Aku tak tahu apa yang mesti aku tulis
sekarang, karena aku ingin menulis apa yang sedang aku pikirkan saat ini. Entah
setan apa yang merasuki diriku hingga aku ingin mengetikkan kata-kata ini. Tulisan
ini bukanlah sesuatu yang berarti bahkan mungkin hanya akan memenuhi tong
sampah. Tapi biarlah hanya waktu yang menyimpannya. Ketika aku merenung dan
menyaksikan semua kejadian yang ada disekitar dansekelilingku aku merasa bahwa
aku telah capek berpikir. Bukan apa2, bukan pula mungkin umurku yang relatif
masih bau kencur. Manusia hanya berpikir untuk mencapai kebahagiaannya sendiri,
mereka belajar dengan giat membaca buku dengan segala tetek bengek yang ada di
dalamnya. Ketika berbicara sungguh hebat mereka dengan segala argumentasi dan
dialektikanya. Tapi aku melihat kekosonganlah yang ada.
Aku begitu banyak
ngomong dengan segala pikiranku namun akhirnya aku menyadari bahwa itu semua
sia-sia. Kau boleh katakan aku bodoh, dungu dan tolol karena memang begitulah
adanya. Membaca pikiran-pikiran orang barat yang begitu humanis dan pikiran
orang timur yang spiritualis namun aku hanya menemukan kehampaan di dalamnya.
Hakikatnya adalah Suwung (hampa)
seolah tidak ada yang membekas dalam diriku, hanya sekadar lalu kemudian pergi.
Apa yang salah? Diriku sendiri? Mungkin! Rutinitas ibadah hanya untuk
menggugurkan kewajiban. Makan dan minum supaya mempertahankan hidup. Aneh!! Aku
tak mengerti apa-apa. Segala dialog, perdebatan, dagelan hanyalah angin lalu
yang wuzz.. kemudian pergi dan hilang. Maka, benarlah bahwa untuk saat ini aku
anggap hidup adalah ilusi atau fatamorgana. Para da’I yang berbicara bahkan
sampai berbusa-busa seperti tidak ada yang sesuai dengan batinku. Mereka seolah
tak lebih dari burung beo yang hanya dapat menirukan. Bukan aku meremehkan para
da’I tapi entahlah mengapa karena aku sendiri tidak tahu. Sekalipun aku setuju
dengan para da’I tersebut tetapi mengapa perasaan ini menjadi tak menentu. Bukan
karena aku munafik terhadap apa yang mereka katakan tetapi entahlah aku memang
benar-benar tidak tahu.
Rutinitas studi hanyalah sebatas rutinitas
dan aku belum menemukan mengapa aku ada disini ataupun disana. Sering aku
menyendiri dan merenung berpikir hakikat sebenarnya aku. Semua ilusi dan tidak
ada yang nyata maka aku ingin kembali kepada kenyataan yang sebenarnya. Tapi,
dimana aku dapat menemukannya? Aku melihat orang2 besar dunia yang telah
menaklukkan dunia memang sepatutnya diberikan apresiasi namun, semua itu
kosong. Ku ingin menemukan hakikatnya hakikat, jikahakikatnya hidup adalah
kembali kepada yang maha kuasa namun apa hakikatnya kembali kepada sang
pencipta itu sendiri? Dan ketika aku berpikir ini dan itu hanyalah
aksidensinya, mana hakikat yang sebenarnya? Tuhan aku butuh kehadiranmu untuk
menjawab semua kesangsianku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar