Pengeran nganakake geni manggon ing geni
nanging ora kobong dening geni. Pengeran nganakake banyu, manggon ing banyu ora
teles dening banyu. (Tuhan mencitakan api, berada
dalam api namun tidak terbakar. Tuhan menciptakan air, bertempat di air tetapi
tidak basah) nah, kira-kira dimana Tuhan, bagaimana dia dapat menciptakan
segala sesuatu namun eksistensinya jauh seolah tanpa batas namun sangat dekat
namun tidak bersentuhan. Bingung ya, namun orang Jawa memiliki falsafah Ngono
yo ngono ning ora ngono (begitu ya begitu namun tidak seperti itu). Slogan ini
semakin menambah bingung karena kira-kira seperti itu namun bukan seperti itu
lantas bagaimana? Inilah kekayaan pemikiran masyarakat Jawa yang begitu luar
biasa. Mereka hidup dari kenyataan bukan sekadar teori yang impactnya kadang
kurang sama sekali.
Masyarakat Jawa yang sederhana memandang
semua hal dengan kesahajaan namun memiliki karakter yang luar biasa. Jika dilihat
sepintas memang terkesan nggampangke tetapi jika dipikir lebih lanjut
itulah kearifan yang sebenarnya, yang mampu meredam segala perbedaan keyakinan dan
kepercayaan yang ada. Mereka mengatakan bahwa Tuhan itu menguasai segala yang
ada namun tidak menggambarkan seperti apa atau bagaimananya. Kita mesti belajar
lebih banyak tentang kearifan orang Jawa terutama etnis Jawa sendiri, masak Wong Jawa tur Ra Njawani Iki Piye? (orang jawa tetapi tidak mengerti akan
jawa, ini bagaimana?) Tuhan adalah sesuatu yang berada di atas manusia namun Tuhan membuat dirinya dapat terjangkau oleh manusia. Manusia yang mana dulu karena tidak semua manusia dapat menerima dan menemukan kebenaran yang sejati. Nafsu angkara antara harta, takhta dan wanita yang menjadikan penghalang bagi manusia dalam menemukan kesejatian yang sebenarnya. Manusia yang sejati adalah manusia yang dapat menjaga serta mengekang segala keinginannya di luar keinginan yang sewajarnya. Nah, bagaimana yang sewajarnya itu? yang sewajarnya dimana itu adalah kodrat manusia yang semestinya dan tidak berlebihan. Jangan sampai karena nafsu adalah kodrat manusia namun nafsu tersebut malah menguasai dirinya. Nafsu atau keinginan sebenarnya tidak untuk dibunuh namun dialihkan atau dikelola dengan baik sehingga mewujudkan nilai-nilai yang luhur bukan mudhorot yang tidak ada artinya sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar